“Dan apabila mereka (kaum
munafikin) berdiri mengerjakan shalat, maka mereka berdiri dalam keadaan malas
dan riya’ di hadapan manusia dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali
sedikit sekali.” (QS. An
Nisa: 142)
Terkadang diri
kita tidak sadar bahwa amal ibadah yang telah kita lakukan harus berakhir
sia-sia. Bukan karena Allah tidak menerimanya, namun karena diri kita sendiri
yang membuat Allah enggan menerimanya. Karena Allah merasa amal ibadah yang
dilakukan itu bukan untuk-Nya.
Tidak
dapat dipungkiri jika sebagian besar dari kita senang dengan pujian. Senang disebut-
kebaikannya oleh orang lain. Tapi, tahukah kamu dampak yang diakibatkan
perbuatan tersebut? Sedikit pengertian tentang riya’, yakni; melakukan suatu
perbuatan dengan tujuan mendapat pujian dari orang lain terhadap apa-apa yang
telah dilakukannya.
Dari Abu Said Al-Khudri -radhiallahu anhu- dia berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar bersama kami, sementara kami sedang
berbincang-bincang tentang dahsyatnya fitnah Al-Masih Ad-Dajjal. Maka beliau
bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih aku
khawatirkan menimpa diri kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal?” Kami menjawab,
“Tentu.” Beliau bersabda, “Syirik yang tersembunyi, yaitu seseorang mengerjakan
shalat lalu dia membaguskan shalatnya karena ada seseorang yang
memperhatikannya.” (HR. Ibnu Majah)
Kisah Abid dengan Riya’
Pada waktu
sahur, seorang ‘Abid (orang ahli ibadah) membaca surat 'Thaa Haa' di biliknya
yang berdekatan dengan jalan raya. Selesai membaca, dia merasa sangat
mengantuk. Lalu ia putuskan untuk tidur.
Dalam
tidurnya, dia bermimpi melihat seorang laki-laki turun dari langit dan membawa
Al-Qur’an. Lelaki itu datang menemuinya dan segera membuka kitab suci itu di
depannya. Dijelaskannya surat 'Thaa Haa', dan diperlihatkannya halaman demi
halaman agar terlihat jelas oleh Abid.
Ia melihat
setiap kalimat surat itu dicatat sepuluh amal kebajikan sebagai pahala
bacaannya, kecuali satu kalimat saja yang catatannya dihapus. Lalu Abid
bertanya, "Demi Allah, sesungguhnya aku telah membaca seluruh surat ini
tanpa meninggalkan satu kalimat pun. Tetapi mengapa catatan pahala untuk
kalimat ini dihapus?"
Laki-laki itu berkata : "Benar seperti katamu, engkau memang
tidak meninggalkan satu kalimat pun dalam bacaanmu tadi, dan untuk kalimat itu
sudah dicatatkan pahalanya, tetapi tiba-tiba kami mendengar perintah dari arah
Arasy, ' Hapuskan catatan itu dan gugurkan pahala untuk kalimat itu!' karena
itulah kami segera menghapusnya."
Dalam
mimpinya Abid menangis dan berkata, "Kenapa tindakan itu
dilakukan?"
"Semua
ini karena engkau sendiri, ketika membaca surat Thaa Haa tadi, seorang hamba
Allah melewati jalan dekat rumahmu, engkau sadar akan hal itu, lalu engkau
meninggikan suara bacaanmu agar terdengar oleh hamba Allah tersebut. Kalimat
yang tiada catatan pahala itulah yang telah engkau baca dengan suara
tinggi." jelas si lelaki.
Sang Abid
terjaga dalam tidurnya, "Astagfirullahal'adzim! sungguh dahsyat virus
riya’ menyusup ke dalam hatiku, dan sungguh besar bahayanya. Dalam sekejap
mata, ibadahku dimusnahkan," tuturnya.
Kiat-kiat Terbebas dari Riya’
- Berdo’a kepada Allah Swt agar dijauhkan dari penyakit riya’.
- Sebisa mungkin menyembunyikan amalan sebagaimana banyak dilakukan oleh orang-orang shalih terdahulu, misalkan sedekah.
- Meluruskan niat ibadah.
- Menumbuhkan rasa takut tidak diterimanya amal ibadah oleh Allah ta’ala.
- Tidak terpengaruh dengan pujian orang lain ketika beribadah.
- Merasa takut untuk dipuji, karena segala puji hanya milik Allah Swt.
- Berusaha ikhlas dan tidak mengungkit suatu amalan kepada orang lain.
- Senantiasa beristighfar kepada Allah.
“Barangsiapa yang
memberikan teladan yang baik dalam Islam, kemudian ada yang mencontoh
kebaikannya, maka dicatat baginya pahala seperti pahala orang yang mencontohnya
tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang mencontohnya.” (HR. Muslim)
Wallahu’alam ...
No comments:
Post a Comment